washclubmiami.com – AS dan Inggris kembali menghadapi potensi krisis energi setelah Iran mengancam menutup Selat Hormuz, jalur vital ekspor minyak global. Ancaman ini muncul sebagai reaksi atas serangan Presiden AS Donald Trump terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu, 21 Juni 2025. Selat Hormuz adalah jalur penting bagi sekitar 20% pasokan minyak dunia. Jika benar ditutup, dampaknya akan sangat besar bagi pasar energi global.
“Baca juga : HP China Mirip iPhone 16 Meluncur di Indonesia Pekan Depan”
Ancaman seperti ini bukan hal baru. Pada 1953, AS pernah melakukan intervensi besar di Iran demi mempertahankan kepentingannya di sektor minyak. Kala itu, Perdana Menteri Mohammad Mossadegh, pemimpin terpilih yang populer, mengusulkan nasionalisasi industri minyak yang selama ini dikuasai Inggris. Langkah ini mendapat dukungan rakyat, karena sejak abad ke-19, kekayaan minyak Iran lebih banyak dinikmati asing ketimbang warga lokal.
Pada 20 Maret 1951, Mossadegh mengesahkan Undang-Undang Nasionalisasi. Inggris dan perusahaan Barat panik karena Iran adalah eksportir minyak terbesar kedua dunia. London merespons dengan embargo minyak, penarikan staf, pembekuan aset Iran, hingga pengerahan militer ke Teluk Persia. Mossadegh memutus hubungan diplomatik dengan Inggris, menutup negosiasi, dan berdiri kukuh mempertahankan nasionalisasi.
Operasi Rahasia AS-Inggris 1953: Kisah Kudeta Iran yang Mengubah Peta Minyak Global
CIA dan MI6 lalu meluncurkan Operasi Ajax, operasi rahasia untuk menggulingkan Mossadegh. Dalam dokumen resmi CIA yang dirilis pada 2019, Mossadegh disebut sebagai ancaman yang bersikap diktator. Mereka menggelontorkan dana hingga US$1 juta untuk memicu kerusuhan, menyuap media, dan menggalang aksi protes yang mengguncang ibu kota Teheran. Hasilnya, pada Agustus 1953, Mossadegh ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara.
Setelah kudeta, kerja sama minyak dengan Inggris dibuka kembali. Sektor minyak Iran kembali ke tangan asing, sementara rakyat tetap terpinggirkan. Mossadegh wafat dalam tahanan rumah pada 1967. Nama baiknya baru dipulihkan setelah Revolusi Islam 1979.
“Baca juga : Iran Tangkap 700 Mata-mata Israel dalam 12 Hari Konflik”
Kini, sejarah seolah berulang. Ancaman Iran terhadap Selat Hormuz memperlihatkan betapa rapuhnya stabilitas energi dunia. Ketergantungan global pada minyak dari kawasan Timur Tengah membuat dinamika geopolitik di kawasan ini terus menjadi penentu arah ekonomi dunia. Sementara itu, peristiwa masa lalu menjadi pengingat akan mahalnya harga politik dan energi dalam panggung kekuasaan internasional.