Dolar AS Melemah, Pasar Ragu Arah The Fed-Trump

Dolar AS Melemah, Pasar Ragu Arah The Fed-Trump

washclubmiami.com – Dolar AS terus mengalami pelemahan signifikan di tengah tekanan ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan moneter Federal Reserve dan ketidakpastian politik di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

Pada Jumat, 27 Juni 2025, indeks dolar AS—yang mencerminkan kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama dunia—turun ke level 97,398. Ini merupakan posisi terendah sejak Maret 2022 dan mencerminkan penurunan lebih dari 10 persen sejak awal tahun. Dalam sebulan terakhir saja, indeks ini terkoreksi 2 persen, mencatat penurunan bulanan keenam secara beruntun.

“Baca juga : Fariz RM Ditegur Hakim: Usia 66 Tahun Masih Pakai Narkoba?”

Pelemahan ini dipicu oleh meningkatnya ekspektasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga lebih agresif tahun ini. Pelaku pasar kini memperkirakan pemangkasan hingga 64 basis poin, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 46 basis poin. Spekulasi ini semakin menguat setelah Ketua The Fed Jerome Powell menyampaikan pernyataan bernada dovish dalam sidang Kongres AS pekan ini.

“Semakin cepat pengganti Powell diumumkan, semakin besar persepsi pasar bahwa dia kini menjadi ‘bebek lumpuh’,” ujar Carol Kong, analis strategi mata uang di Commonwealth Bank of Australia (CBA), dikutip dari Reuters.

Dolar AS Melemah Tajam: Tekanan Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga dan Ketidakpastian Kepemimpinan The Fed

Masa jabatan Powell akan berakhir Mei 2026, namun ketidakpastian terkait keberlanjutan posisinya menambah tekanan pada pasar. Presiden Trump hingga kini belum secara resmi menunjuk penggantinya, tetapi beberapa sumber menyebutkan bahwa nama-nama calon ketua The Fed sudah mulai dipertimbangkan. Trump diketahui cenderung memilih figur yang mendukung kebijakan moneter longgar, yang dikhawatirkan akan mendorong dolar makin melemah.

Situasi ini menyebabkan mata uang utama dunia mengalami penguatan. Euro menguat ke level 1,16885 dolar AS atau sekitar Rp19.287, bahkan sempat menyentuh 1,1745 di sesi sebelumnya. Pound sterling mendekati level tertingginya sejak Oktober 2021 di kisaran 1,3725 dolar AS atau Rp22.646.

Mata uang safe haven seperti yen Jepang dan franc Swiss juga menunjukkan penguatan. Yen berada di 144,56 per dolar AS, sementara franc Swiss mencapai 0,8013, mendekati rekor tertingginya dalam 10 tahun. Dolar Australia, yang sering dijadikan indikator selera risiko pasar, naik ke level 0,6564 dolar AS—tertinggi dalam tujuh bulan. Dolar Taiwan bahkan menyentuh titik terkuat sejak April 2022.

“Semua pihak menjual dolar AS—dari investor asing hingga eksportir,” kata seorang pedagang mata uang di Taiwan. “Bahkan hari ini, klien besar kami melepas seluruh posisi dolar mereka.”

Selain faktor domestik, pasar juga mencermati tenggat waktu 9 Juli untuk tercapainya kesepakatan perdagangan baru yang diusulkan Trump. Jika kesepakatan gagal dicapai, Trump mengancam akan menerapkan tarif timbal balik terhadap mitra dagang utama AS—ancaman yang semakin memperburuk sentimen pasar terhadap stabilitas ekonomi AS.

“Baca juga : RI dan Malaysia Dukung Penuh Kemerdekaan Palestina”

Pelemahan dolar AS saat ini mencerminkan bagaimana ketidakpastian kebijakan moneter dan dinamika politik domestik dapat memengaruhi persepsi investor global. Dalam situasi seperti ini, investor cenderung mencari alternatif aset yang dianggap lebih stabil—baik dalam bentuk mata uang maupun instrumen keuangan lainnya. Perkembangan selanjutnya akan sangat bergantung pada keputusan The Fed dan arah kebijakan ekonomi pemerintahan Trump dalam beberapa bulan ke depan.